Senin, 29 November 2010

Kisah "Adam" di Kota Bekasi

Makan ketoprak diiringi dengan rintik-rintik gerimis memang bisa menimbulkan nuansa tersendiri. Ya, ini yang terjadi sekitar dua jam lalu. Seperti biasanya aku makan ketoprak Cirebon di depan RS Mekarsari. Ada beberapa alasan kenapa aku suka makan ketoprak Cirebon di depan RS Mekarsari.

Pertama, tahunya yang 'ma krenyus'! Tahu kotak digoreng lalu ditiriskan minyaknya, dipotong-potong, dan disajikan pada waktu masih hangat. Kedua, bumbu ketoprak yang tidak terlalu encer, tapi juga tidak terlalu kental. Ketiga, tukang jual ketopraknya tidak pelit memberi kecap banyak-banyak, jadi rasa kecapnya lumayan terasa dipadukan dengan bumbu kacang yang legit. Ditambah kerupuk yang membuat nuansa jadi ramai sekalipun aku biasa makan sendiri ditemani si penjual ketoprak. Keempat, penjualnya juga orang Cirebon, tepatnya Palimanan. Sudah biasa langganan.

Tidak apalah ketopraknya bercampur dengan air gerimis. Setelah selesai, ehh.., gerimis berhenti. Memang gerimis tahu aja kalau aku lagi butuh ada yang menemani!

Pulang kos aku disambut "tuan rumah" yang lebih dulu tinggal di kos sebelum kedatanganku enam bulan lalu. Tepatnya Mr. Mouse alias tuan tikus. Tikusnya lumayan besar. Lebih besar dari anak kucing! Sepertinya dia sedang sakit. Entah sakit apa. Kujumpai dia berjalan-jalan di atas organ rusak. Kudekati, tapi dia tidak lari. Kalau tikus berjumpa dengan manusia biasanya lari. Tikus yang sama sempat lari ketika kupergoki di kamar mandi. Tapi tikus yang sama pula kali ini memilih untuk "menyerah". Aku pun menempelaknya dengan sandalku. Dia mencicit, "Ciiittt.." Mr. Mouse jatuh ke lantai, tapi tetap saja tidak lari meski sudah kutempelak memakai sandal! "Pasti Mr. Mouse sedang sakit", kataku di dalam hati. Timbulah rasa belas kasihanku padanya! Belas kasihan pada seekor tikus?? Ya, benar! Pada seekor tikus!!

Malam ini yang masih terdengar adalah suara jangkrik. Kalau yang ini setiap malam selalu bersuara. Dan.., suara anak kucing! Suaranya terdengar semenjak pagi sampai malam ini. Kasihan anak kucing itu. Masih usia anak sudah ditinggal induknya. Kudengar mbak yang bantu-bantu di kos memberinya makan tadi pagi. Entahlah, malam ini anak kucing itu masih mengeong-ngeong. Mungkin lapar? Kedinginan? Takut? Tapi sayang.., aku tidak bisa menjadi pengganti induknya.

Sementara Dolly sudah tidur dari tadi. Kulihat moncongnya yang hitam diam tak berkutik. Matanya yang hitam terpejam. Perutnya kembang kempis tanda bernafas.

Ayam-ayam nampaknya juga sudah tidur di kandangnya. Biasanya ayam-ayam inilah yang membangunkan tidurku di pagi hari dengan suaranya yang nyaring! Suara kotekan antara ayam yang satu dengan yang lain berbeda, unik. Baik panjangnya, maupun style lengkingan suaranya. Kupikir TUHAN itu memang kreatif! Tidak ada dua ekor ayam yang sama bunyinya di dunia ini.

Mr. Mouse (tuan tikus), Dolly (anjing piaraan Bapak kosku), ayam-ayam (piaraan Bapak kosku juga), anak kucing, jangkrik, burung-burung.., mereka adalah kawan-kawanku yang setia.

Tetapi, bagiku sendiri belum kujumpai penolong yang sepadan denganku (Kej 2:20).


Refleksi

Setiap orang dapat bersahabat dengan dirinya sendiri, dengan alam, dengan binatang-binatang. Tetapi bagaimana pun juga, manusia membutuhkan interaksi dengan manusia yang lain untuk dapat menjadi utuh sebagai manusia. Kisah Adam merindukan Hawa di dalam kitab Kejadian 2:18-25 membuktikan kebutuhan manusia akan hubungan yang sepadan, akrab, saling tolong-menolong di sepanjang sejarah kehidupannya di muka bumi. Dari generasi yang satu ke generasi berikutnya selama berabad-abad lamanya, bukankah kisah "Adam dan Hawa" ini yang kebanyakan mewarnai puisi, lagu, potret, film dan tarian kita?


Bekasi, 29 November 2010
11.30 pm
Markus Hadinata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar